Aku ‘Bangkrut’ Karena Memutuskan Menikah

Oleh: NN

Dilihat:
kali

– May 2014  –

Dear Honesty,

Lima bulan telah berlalu…

Hidup saya tidak lebih baik sejak berhenti bekerja. Saya menderita kerugian. Bangkrut. Ini bukan masalah uang, melainkan semangat hidup dan kepercayaan diri. Kualitas hidup saya menurun. Orang lain bahkan suami saya sendiri tak akan pernah menyangka bahwa saya menangis, hampir setiap hari. Itu saja yang bisa saya lakukan, beberapa bulan yang lalu hingga saat ini.

Saya pikir saya cukup hanya menangis sebelum pernikahan berlangsung. Namun, sampai sekarang air mata itu belum juga mengering dan terus mengalir.

Memutuskan menikah saat itu seperti mempertaruhkan hidup. Meski dia pernah menjadi teman saya di sekolah, saya tak mengenalnya dengan baik. Keputusan menikah hanya untuk mengubah status dan memenuhi harapan orang tua. Soal suara hati, saya tidak peduli sama sekali. Saya yakinkan diri, seorang perempuan tak perlu jatuh cinta pada calon suaminya. Cukup dia yang menyukaimu terlebih dahulu.

Apakah hidup akan lebih baik atau sebaliknya. Apapun keadaannya, pada dasarnya keduanya sama-sama adalah ujian. Hanya saja ujian melepas mimpi lebih terasa sakit dan susahnya daripada apapun di dunia ini. Saya sadari ada kesalahan-kesalahan fatal yang telah saya lakukan sebelum menikah. Seperti, bertanya ini pada calon suami,

“Apakah kamu sudah siap dan ikhlas untuk menikah? Jika iya, apa rencanamu setelah menikah?”

Saya belum mendapat jawaban atas pertanyaan itu hingga saya sudah menjadi isterinya. Karena itu saya menyesal karena pernah bertanya dan terus menangis bertanya-tanya mengapa saya harus menikah.

Memutuskan Menikah 1

Suami saya tak cukup tegas dan tak jelas prinsipnya tentang keluarga yang sedang kami bangun. Kami pun sering berlawanan pendapat. Itu yang saya rasakan. Telah saya coba mengorek rencana hidupnya, langsung maupun tidak langsung. Tak ada satupun yang menenangkan hati. Bahkan belum ada pernyataan yang meyakinkan dan menguatkan saya. Sebagai seorang yang penuh mimpi, rencana, dan harapan, saya telah kehilangan semuanya.

Sejak awal saya sudah dipahamkan tentang kondisi ekonomi keluarganya yang masih akan terus membutuhkan dukungan finansial meski kami akan sudah menikah. Saya tidak keberatan. Malah saya merasa salut padanya. Dia mampu melakukannya. Saya pun merenung. Sebagai isteri, saya merasa bersalah karena kehadiran saya dalam hidupnya menambah beban. Perasaan ini pun akhirnya membebani saya berkali-kali lipat.

Awalnya saya ingin fokus membina keluarga dan mempunyai anak, setahun saja tidak bekerja tetap. Impian itu terganggu dan buyar. Masa kehamilan adalah masa yang memilukan dan akhirnya berujung pada keguguran. Sebab saya menjadi tidak tenang, tidak bahagia. Selalu berpikir ingin mandiri dan merdeka seperti dulu lagi. Saya tidak sadar perasaan saya telah mempengaruhi perkembangan janin di dalam rahim.

Beliau pun tak cukup kuat pondasi agamanya. Hal itu sangat mempengaruhi hidup saya sehingga kesehatan saya pun memburuk; nafsu makan saya berkurang, berat badan turun dan kurang dari ideal serta mudah lelah. Semua itu terjadi karena saya tidak cukup ‘bahagia’, atau lebih buruknya saya kurang ‘bersyukur’. Saya kehilangan kekuatan untuk memperjuangkan hidup saya.

Saya sedih karena saya tidak mampu berbuat apa-apa untuk mengatasi ini. Lebih menyakitkan lagi, saya merasakan semua ini seorang diri. No one knows. Semua orang melihat saya perempuan beruntung dan bahagia. Padahal jiwa saya rapuh. Senyum dan kata-kata indah hanya pura-pura. Jika bisa memilih, saya tidak ingin bertemu siapa-siapa, mengurung sendiri saja di rumah, diam. Namun, semua ini harus dihadapi betapapun beratnya.

Saya malu karena hidup saya merugi, tidak menjadi lebih baik.

Saya takut karena Allah mengetahui semuanya dan marah pada saya.

Kata orang, menikah itu tidak selamanya membahagiakan. Kata orang, cinta setelah pernikahan hanya bertahan satu tahun. Kata orang dan kata orang lainnya.

Saya tidak peduli kata orang. Takdir sudah tertulis. Dan inilah yang harus saya alami. Menyerah bukanlah solusi yang benar. Hari esok masih ada harapan, jika Allah memberi kesempatan.

Ya Allah, kuatkan iman dan takwa hamba-Mu ini.

Mampukan hamba untuk tabah dan mendapatkan jalan keluar sesegera mungkin.

Ya Allah, Hanya Engkau Yang Bisa Menolong Kami.

Selamatkan Pernikahan Kami.

Sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta Maha Berkehendak serta Berkuasa.

Hamba meminta pertolongan-Mu, Ya Allah.

Sakura