Kisah ini didedikasikan kepada almarhum Muhammad Aris Muzaini bin Sulaiman. Yang selama hidupnya, beliau telah menjadi anak, suami dan ayah yang luar biasa cinta dan baktinya untuk orang tua, istri, dan anaknya dalam menjalani naik turunnya hidup. Doa kami, semoga almarhum beristirahat dengan tenang dan damai di sisi Allah SWT. Amin.
Namaku Nita. Aku berusia 34 tahun. Takdir membawaku menjadi wanita yang aktif ceria dan penuh kasih. Untuk itu aku mendedikasikan diri pada dunia taman kanak kanak, karena aku mencintai mereka dan aku sangat menyukai anak anak. Bersama mereka aku bisa menyembunyikan lara yang tersimpan dalam hati. Lara yang sesungguhnya aku sendiri yang rasakan.
Ya, walau aku selalu tampil ceria dihadapan semua orang, sejatinya aku memiliki duka yang teramat mendalam dalam diri. Ini tentang satu virus yang selalu saja menghantui kehamilanku, Toksoplasmosis namanya. Aku tidak pernah tau sejak kapan dan bagaimana virus ini menyebar dalam darahku. Yang kutau dia selalu saja membunuh calon bayiku di usia 10 minggu.
Pada Juli 2012, aku mengalami keguguran pertamaku. Sebelumnya aku sempat dirawat di rumah sakit, karena aku benar benar kekurangan nutrisi. Mual berat dan lemas kurasakan selama kehamilan, kukira ini adalah penyebab awal dari semua ini. Ditambah aktivitasku yang padat serta menuntutku untuk tampil ceria dihadapan anak anak, menjadi alasan utama yang ku perkirakan saat itu.
Saat bercak darah mulai luruh satu demi satu, dan aku merasakan nyeri yang hebat di perutku, mendatangi dokter untuk ketiga kalinya selama kehamilan adalah cara yang paling tepat, menjalani berbagai pemeriksaan dan ahirnya diputuskan agar aku menjalani “kuretase”, dihadapan dokter aku tak bisa menahan isak tangisku yang mengalir begitu saja. Aku belum pernah melihat wujud janinku. Namun untuk kehilangan dia benar benar berat. Aku terus saja menangis dan meratapi kepedihan ini. Suamiku selalu menguatkan dan mendampingi. Namun hal ini belum cukup membuat tangisku mereda, hingga obat bius menghentikan tangisku, kemudian aku tersadar saat semua sudah mereka ambil dariku.
Banyak orang mengatakan, proses ini sebenarnya wajar, dan ringan bagi wanita. Mereka juga dengan mudah bilang bahwa aku akan segera pulih dan bisa hamil kembali. Aku terus saja berdoa agar hal itu benar adanya. Sepulang kerja suamiku selalu membawakan makanan kaya nutrisi yang kusuka. Dia selalu menguatkan dan memotivasi diri ini agar bersemangat dan optimis. Alhamdulillah selang empat bulan aku bisa hamil kembali.
Tak berbeda jauh dengan kehamilan pertama, aku masih saja merasakan mual yang berlebihan, tak sebutir nasipun yang dapat menambah tenagaku. Dokter terus saja memberikan vitamin dan pil penguat kandungan di bulan kedua, keempat, keenam dan kedelapan. Aku menjalani kehamilan kedua ini dengan keadaan yang sulit untuk dilukiskan. Perasaan senang, bahagia, tersiksa, dan sepanjang kehamilan tak bisa menelan apapun, bahkan air putih yang baru kuteguk saja nyaris langsung ku muntahkan.
Namun aku bersyukur, walau kehamilanku berjalan selama 10 bulan karena mungkin efek obat penguat yang ku konsumsi, aku bisa memandang wajah putraku melalui proses operasi cessar yang menegangkan. Rasa syukurku terus bertambah mendapati putraku terlahir sehat dan tak kurang satu apapun. Mendapatinya tumbuh sehat dan menggemaskan adalah suatu kebahagiaan tersendiri.
Saat anakku berusia 3 tahun. Dia terus saja meminta hadirnya seorang adik. Aku berfikir masih terlalu dini untuk memberinya teman bermain dirumah. Jadi aku putuskan nanti saat dia berusia 5 tahun kami akan merencanakan hadirnya anggota keluarga yang baru dirumah kami.
Pertengahan oktober 2018 aku dinyatakan positif hamil, dan aku bahagia dengan kehamilanku ini. Tak lagi kurasakan mual atau pusing berlebihan, semua baik baik saja dan membuatku lebih ceria dari sebelumnya. Namun pada akhir Desember, kembali kudapati bercak darah di setiap pagi. Perutku juga merasakan nyeri yang luar biasa. Lagi lagi, pernyataan dokter membuatku berduka. Dia bilang janinku tak bekembang. Dan aku harus meluruhkan kandunganku dengan obat peluruh, setelah itu baru dilaksanakan tindakan.
Tak kusangka obat peluruh itu membuatku tersiksa. Seminggu lamanya aku menahan sakitnya orang melahirkan. Ku kira janinku sudah luruh, karena terus saja aku mengalami pendarahan yang hebat. Namun ketika di USG janinku masih menempel kuat di rahim, namun sudah tidak berkembang. Lagi lagi kurtase harus ku jalin untuk kedua kalinya. Aku terpukul dengan keadaan ini. terlebih banyak sekali suara negatif yang menyalahkanku atas keadaan ini.
Orang tak pernah peduli bagaimana perasaanku. Kehilangan janin adalah hal berat dalam hidup. Namun mengapa mereka dengan mudahnya menyebutku wanita manja yang suka merepotkan suami. Siapa yang ingin membunuh bayinya hanya demi ingin mendapatkan perhatian suami? Aku sadar benar, dengan kejadian ini aku memang menyita banyak waktu suamiku untuk bekerja, terlebih pekerjaannya berhubungan dengan pelayanan masyarakat yang mengharuskannya untuk tampil prima dan profesional. Namun tidakkah mereka sedikit saja berempati bahwa yang ku alami kali ini adalah berurusan dengan nyawa.
Suamiku terus saja ber–positif thinking dan memandang hal ini sebagai ujian atas rumah tangga kami. Ia terus saja rajin mengkonsumsi vitamin agar kami berdua benar benar sehat, sehingga rencana kami mendapatkan adik untuk Rayyan anak kami, benar benar segera terwujud.
Juli 2019, aku hamil kembali. Kehamilan ke empat. Semoga kali ini dia sehat. Rayyan teramat bahagia akan menjadi seorang kakak. Aku terus saja rajin ke dokter memastikan janinku dalam keadaan sehat, perkembangannya baik dan aku juga sehat. Sengaja aku berangkat ke dokter bersama Rayyan karena waktu itu ayahnya benar benar sibuk dalam pekerjaannya. Aku memilih untuk tak banyak merepotkannya lagi. Saat itu, dokter menyarankan agar aku menjalani tes darah untuk mengetahui penyebab mengapa aku sering gagal dalam kehamilan.
Setelah rangkaian pemeriksaan ku jalani, ternyata hasil lab menunjukkan data bahwa aku mengidap Virus Toksoplasma dalam darahku. Inilah penyebab utama dari kandunganku yang lemah. Virus ini menggerogoti kekuatan kandunganku hingga menjadi lemah dan janinku tidak berkembang.
Aku terus saja menaruh harapan baik dan meyakinkan diri ini bahwa semua baik baik saja. Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. September 2019 aku harus mengalami kegagalan kandungan untuk ketiga kalinya. Kurtase kali ini amat sangat membuatku hancur, lebih hancur dari sebelumnya. Bayangan wajah ceria Rayyan yang mendamba akan hadirnya seorang adik membuatku semakin berduka. Kulihat sorot mata redup suamiku yang berusaha menguatkan, walau kutahu hatinya juga rapuh melihat keadaan ini.
Aku hanya bisa pasrah dan seperti kehilangan harapan. Banyak keluarga dan sahabat yang datang untuk menjenguk memberikan dukungan dan kekuatan baru. Namun masih saja ada yang memandang sinis dan berkata pedas nan tajam melukai hati.
“Kamu ini benar benar lemah ya mbak, harus berulang kali mengalami kejadian yang sama”
“Wanita seperti istrimu ini gak bisa diajak punya keturunan banyak”
“Haduh… berapa kali lagi harus mengganggu hari hari suami untuk bekerja hanya demi ngurusi kelemahanmu!”
Entah bagaimana bisa mereka berucap demikian. Walau disampaikan dalam kelakar dan gurauan, namun masih saja kata-kata ini begitu tajam melukai hati. Aku yang terbaring lemah semakin merasakan sakit. Bukan dari alat medis yang masih tertancap dalam diri. Namun sakit ini tersebab tajamnya pisau yang terasah lewat kata kata mereka. Ayo Nita, Jadilah Kuat!
Tiga kali menjalani kurtase, dan satu kali terbaring di ruang operasi cesar, membuat suamiku semakin tak tega jika aku akan hamil lagi. Dia merasa cukup telah memiliki Rayyan dalam keluarga kami, dan tak ingin melihatku tersiksa dengan jarum medis. Namun pengharapan Rayyan yang tulus dan dalam membuatku bersemangat untuk berjuang kembali. Saat ini aku menjalani terapi agar toksoplasma ini hilang dari dalam darahku. Dan aku ingin mempersiapkan kehamilan kelimaku ini dengan sebaik-baiknya, dengan pemantauan dokter ahli tentunya. Semoga usaha berat ini bisa membuat orang terkasihku bahagia.
Untuk para wanita di seluruh dunia. Kubagikan kisahku ini untuk saling menyemangati. Bahwa kita merasakan luka yang sama, perih yang sama, walau dengan rangkaian kisah yang berbeda. Aku harap ceritaku ini dapat memberikan manfaat untuk anda yang sedang terpuruk, bersedih ataupun kecewa atas ketidak beruntungan kalian dengan kehamilan. Atau kalian butuh teman sharing, aku siap berbagi dengan kalian, dan mari kita saling menguatkan. Doakan pula agar aku bisa berjuang untuk keluarga kecilku.
Dan untuk para suami yang ada di seluruh penjuru dunia. Jangan berhenti memberikan cinta dan perhatian terbaikmu untuk seorang wanita yang telah kau minta dari orang tuanya. Dia rela meninggalkan rumah orang tuanya demi mendampingi dan menemani hidupmu. Kadang dia harus menghadapi sakit yang sengaja dipilih untuk sekedar membuatmu berdiri dan menyematkan gelar ayah dalam diri. Dia rela mendera luka dan duka tiada henti hanya untuk memastikan kalian mendapatkan kehidupan yang sempurna. Cinta dan perhatianmu cukup sebagai penawar derita yang telah mereka alami.
Salam semangat dari Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia
Oleh: Mayunita Nurlaila [mayunitanurlaila@gmail.com]
Tautan di Instagram dan di Facebook