Saya berusia 28 tahun ketika didiagnosis dengan Gangguan Kepribadian Ambang, atau dalam bahasa Inggrisnya bernama Borderline Personality Disorder. Sebelumnya, saya pikir hal-hal kecil yang membuat saya memiliki emosi yang kuat dan berganti-ganti itu hanyalah kepribadian saya alias bawaan lahir. Ketika mendengar diagnosis pertama saya dari psikiater di Inggris, awalnya susah untuk menerima. Namun saat itu juga saya merasa lega, karena saya menemukan akar masalah mengapa saya sering merasa terombang-ambing dengan perasaan sendiri, yang sudah berkali-kali membuat saya ingin mengakhiri hidup saya.
Mungkin Anda pernah mendengar gangguan Bipolar dari kisah Marshanda. Gangguan Kepribadian Ambang ada kemiripan dengan gangguan Bipolar, yaitu ada episode mania dan depresi. Bedanya, siklus pergantian mania dan depresi gangguan Ambang jauh lebih cepat. Artinya, dalam satu hari, seorang penderita gangguan Ambang mengalami pergantian emosi naik turun berkali-kali, dan mengganggu kehidupan sehari-hari si penderita hingga tahap si penderita tidak bisa berfungsi secara emosional, karena dia dipenuhi rasa cemas, takut, dan marah yang berlebihan. Ahli gangguan Ambang Marsha Linehan mengatakan bahwa rasa sakit secara emosional ini seperti luka bakar,
โOrang-orang dengan Gangguan Kepribadian Ambang seperti orang yang penderita luka bakar derajat tingkat ketiga yang mencakup lebih dari 90% tubuh mereka. Karena tidak memiliki lapisan kulit emosional, mereka merasakan rasa sakit luar biasa hanya dengan sedikit sentuhan atau gerakan.โ
Perubahan emosi ini biasanya terstimulasi oleh situasi-situasi yang mengingatkan penderita akan rentannya ikatan antara dia dengan pasangan, teman, bahkan teman kerja.
Ketakutan akan ditelantarkan biasanya menjadi hal utama yang menyebabkan penderita gangguan kepribadian Ambang mengalami episode depresi. Ketakutan ini membuat si penderita sering berburuk sangka terhadap dirinya sendiri, dalam istilah klinisnya disebut kecemasan berlebihan. Berikut ini contoh-contoh yang saya alami:
- Baru 5 menit kirim pesan ke teman, dan teman tersebut belum membalas, saya sudah cemas dan berpikir bahwa teman tersebut sudah tidak suka dengan saya, atau sudah menemukan teman lain dan meninggalkan saya selamanya.
- Selalu ingin menyenangkan orang lain, meskipun orang tersebut sebenarnya tidak layak mendapat perhatian lebih dari saya. Bila saya melihat orang tersebut mempunyai teman lain, saya merasa iri dalam artian saya takut si teman bakal meninggalkan saya karena dia telah menemukan teman lain. Akhirnya saya berusaha memberikan banyak hal, seperti memberi hadiah, memperlakukan teman tersebut dengan istimewa, dll. Supaya dia tidak meninggalkan saya.
- Berusaha sekuat mungkin untuk bisa terima di grup pertemanan, meskipun saya tidak ada kesamaan minat atau gaya hidup dari orang-orang di grup tersebut. Yang akhirnya, ketika selesai main/nongkrong sama mereka, saya merasa lelah secara emosional, dan tidak ada energy untuk melakukan hal lain.
- Merasa paling bodoh (tidak berguna), takut menyuarakan pendapat atau pemikiran saya di depan orang lain. I never feel good enough for myself.
- Merasa paling buruk rupa, baik dalam grup pertemanan, atau ketika jalan-jalan ke toko baju. Saya merasa takut mencoba baju, bahkan melihat muka dan tubuh saya di depan kaca. Hal ini karena saya tidak memiliki rasa penghargaan terhadap diri saya sendiri.
- Sering membatalkan janjian last minute, karena merasa tidak ada energi untuk keluar rumah, atau hanya karena merasa minder takut tidak bisa โnyambungโ dengan teman-teman di grup tersebut.
- Saya melihat seseorang dengan kacamata hitam dan putih, yang berarti orang tersebut kalau tidak baik sekali, ya buruk sekali. Tidak ada perspektif di tengah, di mana seseorang bisa melakukan kesalahan dan masih baik.
- Menganalisis pembicaraan dan tingkah laku seseorang berlebihan, untuk mencari tanda-tanda apakah orang tersebut akan meninggalkan saya.
- Kalau sedang mengalami mania (energi banyak), saya bisa membuat rencana yang berlebihan. Atau menghabiskan banyak uang untuk belanja.
- Bila melakukan kesalahan di tempat kerja, meskipun kesalahan tersebut sangat kecil. Saya sudah merasa paling bodoh, dan mendapat serangan panik seperti menangis di kamar mandi, atau tidak bisa konsentrasi selama jam kerja.
- Saya tidak tahu jati diri saya, karena saya berusaha sekuat mungkin untuk menyesuaikan diri dengan siapa saja, agar mereka mau menjadi teman saya. Akibatnya, saya tidak punya jati diri, atau jati diri saya berubah-ubah.