Trauma

Oleh: NN

Dilihat:
kali

Apa Itu Trauma?

Umumnya trauma bisa diartikan sebagai respons psikologis dan emosional terhadap suatu peristiwa atau pengalaman yang sangat menyakitkan atau mengganggu.

 

Trauma kompleks

Trauma kompleks terjadi berulang kali. Seringkali ini membahayakan seseorang secara nyata. Efek dari trauma kompleks itu bertumpuk. Pengalaman traumatis seringkali mewujud pada jangka waktu tertentu atau saat menjalin hubungan khusus, dan seringkali dalam situasi yang spesifik.

 

Gejala Trauma

Gejala emosional dan psikologis:

 

Gejala fisik:

 

Apa yang terjadi ketika Anda mengalami peristiwa traumatis?

Meskipun trauma adalah reaksi normal terhadap peristiwa yang mengerikan, efeknya bisa begitu parah sampai menghambat kemampuan seseorang untuk menjalani hidup normal.

Ketika Anda mengalami peristiwa traumatis, pertahanan diri tubuh Anda berfungsi dan menciptakan respons stres, yang bisa membuat Anda merasakan berbagai gejala fisik, menunjukkan perilaku yang berbeda, dan mengalami emosi yang lebih intens.

 

Dalam Tubuh

Respons lawan (fight), lari (flight) atau membeku tak berdaya (freeze), adalah ketika tubuh Anda menghasilkan zat kimia yang mempersiapkan tubuh Anda untuk keadaan darurat. Untuk membantu Anda bereaksi cepat saat menghadapi bahaya, otak memicu perubahan dalam sistem syaraf dan kelenjar adrenal.

Salah satu perubahan terbesar adalah membanjirnya adrenalin yang memberi Anda suntikan energi. Hal ini bisa menyebabkan gejala seperti:

Kelenjar adrenal juga mengeluarkan kortisol di bawah tekanan. Kortisol menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh Anda, dan menurunkan respons yang tidak diperlukan dalam tubuh, sehingga tubuh Anda punya lebih banyak energi untuk melarikan diri dari bahaya. Respons yang diturunkan mencakup imunitas dan pencernaan.

Seperti yang Anda pikirkan, meskipun respons-respons tersebut berguna, semuanya membuat tubuh stres beberapa waktu setelahnya. Anda akan merasa lelah, dan otot Anda akan menegang selama membanjirnya adrenalin.

Dan bahan kimia yang dikeluarkan tubuh Anda untuk membantu dan melindungi Anda bisa jadi senjata makan tuan, jika kadar kortisol Anda tidak segera turun dalam beberapa hari. Contohnya, sistem kekebalan Anda yang menurun bisa membuat Anda terkena sakit flu.

 

Pada Otak

Pengalaman traumatis membuat sel-sel syaraf Anda terpancarkan lebih cepat melalui bagian-bagian tertentu otak. Ini dimaksudkan untuk membantu Anda bertindak dengan cara yang lebih jelas dan cepat, memberi Anda ‘kewaspadaan tinggi’ atau kesiagaan super.

Jadi mengapa kita sering membuat keputusan aneh ketika menghadapi kesulitan? Pelepasan adrenalin pada tubuh Anda menurunkan logika yang meningkatkan spontanitas agar perilaku intuitif bisa mengambil alih.

Lalu, bagian otak yang sangat dipengaruhi oleh trauma adalah amigdala. Meskipun bentuknya seperti kacang almond yang kecil, amigdala mungkin bukan hanya ‘pusat alarm’ otak Anda, tapi juga merupakan pusat emosi. Jadi bagian ini membuat interpretasi lebih berdasarkan pada perasaan daripada logika.

Semua ini membantu menjelaskan apa yang terjadi ketika kita mengalami goncangan emosional akibat pengalaman traumatis. Jika amigdala Anda dibiarkan terus bekerja keras (overdrive) selama beberapa minggu, permasalahan kecil saja akan bisa membuat Anda bereaksi emosional. Dan jika Anda masih merasakan efek adrenalin, Anda bisa seolah mengalami ‘otak berkabut’.

 

Apa yang bisa dianggap ‘normal’ jika mengalami goncangan emosional?

Adalah normal untuk merasa tak normal setelah pengalaman traumatis. Dikatakan bahwa beberapa orang justru terlihat baik-baik saja untuk beberapa hari. Namun, sesungguhnya mereka sedang mengalami apa yang disebut dengan ‘reaksi tergoncang yang tertunda’. Jadi jika kebanyakan orang gelisah dan menangis, sedangkan Anda malah merasa mati rasa atau tidak merasakan apa-apa, bukan berarti Anda tidak tergoncang.

 

Trauma dan Penyakit Mental

Menurut penelitian trauma adalah pusat masalah bagi orang-orang dengan masalah kesehatan mental, masalah penyalahgunaan zat terlarang, dan gangguan-gangguan lain yang terjadi secara bersamaan.

Penelitian yang dilakukan selama satu dekade terakhir secara konsisten menggarisbawahi hubungan antara trauma, kesehatan mental, dan kesehatan perilaku. Berikut hasil-hasil temuannya:

 

Memulihkan diri dari trauma

 

BACA JUGA: Dampak Trauma Pada Anak-Anak